Archive | November 2014

Edisi Jodoh : Alloh Pasti beri yang Terbaik

Bismillah..
“umur berapa? 20 tahun ya?? kapan nikah??”

bagi para wanita yang beranjak 20, pasti tak jarang mendapatkan rentetan tanya semacam itu dari siapapun, entah teman atau tetangga. entah sekedar meledek sampai yang berniat mencarikan.

dan acapkali pertanyaan seperti itu membuat hati yang tenang menjadi galau, meski sedikit atau sebentar. terlebih bagi mereka yang memang belum memiliki calon. atau yang sudah mengajukan form taaruf namun belum ada balasan. uwah rasanya pasti campur aduk.

tiap sepertiga malam selalu terselip doa tentang seseorang yang kelak menjadi imamnya.

luar biasa memang, ketika kita menjalani sesuatu sesuai dengan syariatnya. tentu memiliki ujian yang jauh lebih sulit daripada mereka yang melanggar. benar bukan ??
ya bagaimana tidak, menikahi seseorang yang belum tentu kita kenal. apalagi proses taaruf yang terbilang singkat, mungkin bagi sebagian orang dibilang nekat, tapi bagi yang paham tentu ia hanya mencoba untuk taat.

dan selama prosesnya pun pasti banyak kekhawatiran yang timbul. berbagai pertanyaan yang membuat ragu pasti akan muncul. ya memang tugas setan untuk menakut nakuti bukan ? memberi beribu angan angan masa depan yang suram? tapi coba kau lihat mereka yang berpacaran.. tak ada sedikitpun kekhawatiran ataupun ketakutan pada Yang Maha Kuasa, padahal mereka sedang terang terangan bermaksiat padaNya.

lalu apa maksud dari judul di atas? bahwa Alloh akan memberi yang terbaik??

ya baik..
yang ingin saya sampaikan, sering dari kita para akhowat mendikte Alloh dalam meminta jodoh yang kita harapkan. sah sah saja memang, toh mintanya juga ke Yang Maha Pemurah. ya memang, tapiii.. coba kita berpikir sejenak. ketika kita meminta seperti itu apa pernah kita berpikir apa yang baik menurut Alloh ? padahal Alloh tentu lebih tau apa yang terbaik untuk kita kan ??

ketika kita meminta Robbi, berikan aku jodoh yang sholeh, tampan, mapan, putih kaya tulang, tinggi kaya tiang, nah loh ???
cari suami atau cari apa nih ??
bahkan sampai meminta jangan bau, jangan ngorok, jangan ileran pas tidur. ma syaa Alloh, kenapa ko rasanya malah mempersulit ya ??
khawatirnya ketika Alloh tidak memberikan apa yang kita minta justru malah berujung kekecewaan dan menjudge Alloh dengan bermacam umpatan. ga adil lah, ga pemurah lah. naudzubillah !

jadi, saat ini mari bangun keyakinan. bahwa bukankah Alloh selalu menghendaki kebaikan pada hambaNya?? bukankah Alloh tau yang terbaik untuk hamba hambaNya?? justru kitalah yang terkadang enggan untuk menerima kebaikan yang Alloh takdirkan..

maka permudahlah doa kita, tentu untuk kebaikan kita sendiri. tentu Alloh mah ga keberatan dengan doa yang setinggi apapun. kita ubah dalam doa kita. cukup meminta, Ya Robbi yang Maha Mengetahui, berikanlah yang terbaik dari sisiMu untuk ku, dan bantulah aku, lapangkanlah hatiku untuk menerima jodoh terbaik dariMu. buat aku ridho atas segala ketetapanMu. sungguh aku yakin, bahwa Kau tak akan menzholimi hambaMu yang meminta. kabulkanlah Robbi, aamiin.

“Cinta Bersujud di Mihrab Taat”

oleh Salim A. Fillah dalam Inspirasi, Rajutan Makna, Sirah. 08/04/2014

Julaibib, begitu dia biasa dipanggil. Sebutan ini sendiri mungkin sudah menunjukkan ciri jasmani serta kedudukannya di antara manusia; kerdil dan rendahan.

Julaibib. Nama yang tak biasa dan tak lengkap. Nama ini, tentu bukan dia sendiri yang menghendaki. Tidak pula orangtuanya. Julaibib hadir ke dunia tanpa mengetahui siapa ayah dan yang mana bundanya. Demikian pula orang-orang, semua tak tahu, atau tak mau tahu tentang nasab Julaibib. Tak dikenal pula, termasuk suku apakah dia. Celakanya, bagi masyarakat Yatsrib, tak bernasab dan tak bersuku adalah cacat kemasyarakatan yang tak terampunkan.

Julaibib yang tersisih. Tampilan jasmani dan kesehariannya juga menggenapkan sulitnya manusia berdekat-dekat dengannya. Wajahnya yang jelek terkesan sangar. Pendek. Bungkuk. Hitam. Fakir. Kainnya usang. Pakaiannya lusuh. Kakinya pecah-pecah tak beralas. Tak ada rumah untuk berteduh. Tidur sembarangan berbantalkan tangan, berkasurkan pasir dan kerikil. Tak ada perabotan. Minum hanya dari kolam umum yang diciduk dengan tangkupan telapak. Abu Barzah, seorang pemimpin Bani Aslam, sampai-sampai berkata tentang Julaibib, ”Jangan pernah biarkan Julaibib masuk di antara kalian! Demi Allah jika dia berani begitu, aku akan melakukan hal yang mengerikan padanya!”

Demikianlah Julaibib.

Namun jika Allah berkehendak menurunkan rahmatNya, tak satu makhlukpun bisa menghalangi. Julaibib berbinar menerima hidayah, dan dia selalu berada di shaff terdepan dalam shalat maupun jihad. Meski hampir semua orang tetap memperlakukannya seolah dia tiada, tidak begitu dengan Sang Rasul, Sang rahmat bagi semesta alam. Julaibib yang tinggal di shuffah Masjid Nabawi, suatu hari ditegur oleh Sang Nabi, Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. ”Ya Julaibib”, begitu lembut beliau memanggil, ”Tidakkah engkau menikah?”

”Siapakah orangnya Ya Rasulallah”, kata Julaibib, ”Yang mau menikahkan putrinya dengan diriku ini?”

Julaibib menjawab dengan tetap tersenyum. Tak ada kesan menyesali diri atau menyalahkan takdir Allah pada kata-kata maupun air mukanya. Rasulullah juga tersenyum. Mungkin memang tak ada orangtua yang berkenan pada Julaibib. Tapi hari berikutnya, ketika bertemu dengan Julaibib, Rasulullah menanyakan hal yang sama. ”Wahai Julaibib, tidakkah engkau menikah?” Dan Julaibib menjawab dengan jawaban yang sama. Begitu, begitu, begitu. Tiga kali. Tiga hari berturut-turut.

Dan di hari ketiga itulah, Sang Nabi menggamit lengan Julaibib kemudian membawanya ke salah satu rumah seorang pemimpin Anshar. ”Aku ingin”, kata Rasulullah pada si empunya rumah, ”Menikahkan puteri kalian.”

”Betapa indahnya dan betapa berkahnya”, begitu si wali menjawab berseri-seri, mengira bahwa Sang Nabi lah calon menantunya. ”Ooh.. Ya Rasulallah, ini sungguh akan menjadi cahaya yang menyingkirkan temaram dari rumah kami.”

”Tetapi bukan untukku”, kata Rasulullah. ”Kupinang puteri kalian untuk Julaibib.”

”Julaibib?”, nyaris terpekik ayah sang gadis.

”Ya. Untuk Julaibib.”

”Ya Rasulullah”, terdengar helaan nafas berat. ”Saya harus meminta pertimbangan isteri saya tentang hal ini.”

”Dengan Julaibib?”, isterinya berseru. ”Bagaimana bisa? Julaibib yang berwajah lecak, tak bernasab, tak berkabilah, tak berpangkat, dan tak berharta? Demi Allah tidak. Tidak akan pernah puteri kita menikah dengan Julaibib. Padahal kita telah menolak berbagai lamaran..”

Perdebatan itu tak berlangsung lama. Sang puteri dari balik tirai berkata anggun. ”Siapakah yang meminta?”

Sang ayah dan sang ibu menjelaskan.

”Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah? Demi Allah, kirim aku padanya. Dan demi Allah, karena Rasulullah lah yang meminta, maka tiada akan dia membawa kehancuran dan kerugian bagiku.” Sang gadis shalihah lalu membaca ayat ini;

an tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS Al Ahzab [33]: 36)

Dan Sang Nabi dengan tertunduk berdoa untuk sang gadis shalihah, ”Allahumma shubba ‘alaihima khairan shabban.. Wa la taj’al ‘aisyahuma kaddan kadda.. Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yang penuh berkah. Janganlah Kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah..”

Doa yang indah.

Sungguh kita belajar dari Julaibib untuk tak merutuki diri, untuk tak menyalahkan takdir, untuk menggenapkan pasrah dan taat pada Allah dan RasulNya. Tak mudah menjadi orang seperti Julaibib. Hidup dalam pilihan-pilihan yang sangat terbatas. Kita juga belajar lebih banyak dari gadis yang dipilihkan Rasulullah untuk Julaibib. Belajar agar cinta kita berhenti di titik ketaatan. Meloncati rasa suka dan tak suka. Karena kita tahu, mentaati Allah dalam hal yang tak kita suka adalah peluang bagi gelimang pahala. Karena kita tahu, seringkali ketidaksukaan kita hanyalah terjemah kecil ketidaktahuan. Ia adalah bagian dari kebodohan kita.

Isteri Julaibib mensujudkan cintanya di mihrab taat. Ketika taat, dia tak merisaukan kemampuannya.

Memang pasti, ada batas-batas manusiawi yang terlalu tinggi untuk kita lampaui. Tapi jika kita telah taat kepada Allah, jangan khawatirkan itu lagi. Ia Maha Tahu batas-batas kemampuan diri kita. Ia takkan membebani kita melebihinya. Isteri Julaibib telah taat kepada Allah dan RasulNya. Allah Maha Tahu. Dan Rasulullah telah berdoa. Mari kita ngiangkan kembali doa itu di telinga. ”Ya Allah”, lirih Sang Nabi, ”Limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yang penuh barakah. Janganlah Kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah..”

Alangkah agungnya! Urusan kita sebagai hamba memang taat kepada Allah. Lain tidak! Jika kita bertaqwa padaNya, Allah akan bukakan jalan keluar dari masalah-masalah yang di luar kuasa kita. Urusan kita adalah taat kepada Allah. Lain tidak. Maka sang gadis menyanggupi pernikahan yang nyaris tak pernah diimpikan gadis manapun itu. Juga tak pernah terbayang dalam angannya. Karena ia taat pada Allah dan RasulNya.

Tetapi bagaimanapun ada keterbatasan daya dan upaya pada dirinya. Ada tekanan-tekanan yang terlalu berat bagi seorang wanita. Dan agungnya, meski ketika taat ia tak mempertimbangkan kemampuannya, ia yakin Allah akan bukakan jalan keluar jika ia menabrak dinding karang kesulitan. Ia taat. Ia bertindak tanpa gubris. Ia yakin bahwa pintu kebaikan akan selalu terbuka bagi sesiapa yang mentaatiNya.

Maka benarlah doa Sang Nabi. Maka Allah karuniakan jalan keluar yang indah bagi semuanya. Maka kebersamaan di dunia itu tak ditakdirkan terlalu lama. Meski di dunia sang isteri shalihah dan bertaqwa, tapi bidadari telah terlampau lama merindukannya. Julaibib lebih dihajatkan langit meski tercibir di bumi. Ia lebih pantas menghuni surga daripada dunia yang bersikap tak terlalu bersahabat kepadanya. Adapun isterinya, kata Anas ibn Malik, tak satupun wanita Madinah yang shadaqahnya melampaui dia, hingga kelak para lelaki utama meminangnya.

Saat Julaibib syahid, Sang Nabi begitu kehilangan. Tapi beliau akan mengajarkan sesuatu kepada para shahabatnya. Maka Sang Nabi bertanya di akhir pertempuran, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”

“Tidak Ya Rasulallah!”, serempak sekali. Sepertinya Julaibib memang tak beda ada dan tiadanya di kalangan mereka.

“Apakah kalian kehilangan seseorang?”, beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya lagi. Kali ini wajahnya merah bersemu.

“Tidak Ya Rasullallah!” Kali ini sebagian menjawab dengan was-was dan tak seyakin tadi. Beberapa menengok ke kanan dan ke kiri.

Rasulullah menghela nafasnya. “Tetapi aku kehilangan Julaibib”, kata beliau.

Para shahabat tersadar.

“Carilah Julaibib!”

Maka ditemukanlah dia, Julaibib yang mulia. Terbunuh dengan luka-luka, semua dari arah muka. Di seputaran menjelempah tujuh jasad musuh yang telah dia bunuh.

Sang Rasul, dengan tangannya sendiri mengafani Sang Syahid. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menshalatkannya secara pribadi. Ketika kuburnya digali, Rasulullah duduk dan memangku jasad Julaibib, mengalasinya dengan kedua lengan beliau yang mulia. Bahkan pula beliau ikut turun ke lahatnya untuk membaringkan Julaibib. Saat itulah, kalimat Sang Nabi untuk si mayyit akan membuat iri semua makhluq hingga hari berbangkit. “Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku. Dan aku adalah bagian dari dirinya.”

ya. Pada kalimat itu; tidakkah kita cemburu?

Assalamu’alaikum, Ksatria

Assalamu’alaikum..

ksatria, bagaimana dengan hari ini?
masihkah ceriamu mengayun dan menari..??

ada kisah baru yang hendak kuceritakan..
namun ku yakin kau tahu tanpa harus kuberikan latar belakang..

ksatria,
seperti kubilang..
kita sama-sama tahu..
bahwa kita, tk pernah meminta untuk berlabuh disini..
karena Robb Yang Maha Pengasihlah hati-hati kita kini terpaut dan saling mengambang..

mengambang…bukan berarti terombang-ambing..
hnya sedang dalam penantian yang tersulam kesabaran..
alhamdulillah..

ksatria..
kitapun tak pernah menyangka..
dihadapkan dengan wajah wajah ini, disini..
tapi sekali lagi, memang karena Robb Yang Maha Pengasihlah..
kita bersamayam, tinggal bersama wajah-wajah ini..

berbagi suka, duka..
mengukir sejarah masing-masing..
dan mencoba bertahan, agar nantinya kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang istiqomah..

ksatria..
wajah wajah teduh ini..
benar benar melindungi..
memberiku bgitu banyak arti..

berbagi..
menyumbang kekuatan yang aku miliki sedang mereka tidak..
dan..begitu pula sebaliknya..

ksatria..
kita pun sama sama tidak mengetahui..
dengan siapa akhirnya iman kita menjdi sempurna..
bahkan denganmu, aku pun tak tahu..

hanya berusaha yakin, tanpa mengartikan sendiri..

ksatria, mungkin orang lain bingung..
tak mengerti maksud dari semua perkataanku ini..

tapi biarlah, aku hanya bisa tersenyum..
yang terpenting..
kita sama-sama mengerti..
dengan hati hati kita yang memang sudah terpaut, bahkan dari jauh-jauh hari sebelum kita dilahirkan kebumi..

J Ranaa || Februari 2013

Ada Yang Terluka

dia sadar,,
tak selamnya perbuatan baiknya dipandang baik pula oleh orang lain.
ada hati diujung sana yang hampir mati..
membuat dia kesakitan ketika melakukan kebiasaannya..

entah apa yang hati itu pikirkan,
mungkin, sedang mencari perhatian..
merunduk layu bersama gelisah yang tak berkesudahan..

berusaha membuat rahasia,
agar yang disekelilingnya peka,
berharap semua perhatian tertuju padanya..

dia hanya bisa menerka..
tapi kesakitan, pasti kesakitan yang hati itu sedang rasakan..

dia mencoba paham..
bagaimana rasanya..
berlindung tak ada payung membentang,
menangis tak ada sandaran..

kepada hati itu, dia coba sampaikan..
bahwa dia juga sedih melihatnya kesakitan,
dia tak bisa menghilang, tapi juga tak bisa berhenti melakukan kebaikan..

lantas kepada hati itu, dia coba bertanya..
harus apa dia gerangan..?
menjadi lilinkah? yang cahayanya dapat menerangi hati itu?
namun justru membunuh dirinya sendiri..??

dia benci, tapi juga sayang..
jadi, bagaimana???

J Ranaa || Agustus 2013

Senja Merah

langit senja yang kemerahan,
tampak membara seperti hati seorang bujang,
dengan guratan jingga menjalar,
membentuk nadi pertanda kehidupan.

nadi itu memompa baranya,
menguapkan asap yang melambung bersama angin.
semilir, membisikkan kata indah.
menggelayut lembut di kedua daun telinganya.

kata apa yang amat mempesona seperti senja merah itu????

kepadamu wahai hati yang merindu..
pasti tahu, jawaban apa yang kumaksud itu..

J Ranaa || Penghujung Senja, Februari 2014

Diantara kisahnya : Dengarkan Aku, Please..

oleh : ranaa~

Ustadz Felix Siauw berkata dalam salah satu postingan facebooknya :
“Dia yang tak sabar mendengar pasti juga tak sabar dalam berbicara..
Dia yang salah dalam mendengar, pasti juga salah dalam berbicara..
Dia yang tak bida mendengar, pasti juga tak mampu berbicara..
Dengarkan yang baik, sampaikan yang baik..
Luaskan ilmu agar tak salah, sempitkan masalah, pasti banyak berkah..”

Subhanallah..

Sering ukhuwah ini rusak karena tak ada yang mau mengalah untuk menjadi pendengar. Bahkan terkadang, dengan egois memaksa satu sama lain tanpa memberi kesempatan pada diri kita untuk menjadi pendengar tersebut. Sampai-sampai tak jarang hati kita menjerit, “Dengarkan aku, please..!”

Tapi, bukankah 2 buah telinga yang kita miliki ini mengandung hikmah? Agar setiap kita lebih banyak mendengar daripada berbicara?

Maka kepada dirimu yang memiliki hati lebih lapang, kesadaran lebih tinggi. Ijinkan mereka menemukan sosok pendengar itu ada pada dirimu. Meski mungkin, diawal kau merasa dibutuhkan hanya saat mereka susah, gundah, gelisah. Merasa kau ini hanya dimanfaatkan, hanya menjadi tempat singgahnya, atau tempat pemberhentian terakhirnya. Tapi bukankah disitu titik terpentingnya? Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat? Bukankah sosok seperti itu yang lebih memiliki arti ketimbang mereka yang hanya tahu saat-saat bahagianya?

Ukhti fillah, cobalah mencari hikmah dengan melihat setiap hal dengan sudut pandang yang berbeda, cobalah untuk senantiasa berbaik sangka. Ya..lelah, pasti lelah, bahkan bohong jika tak lelah. Tapi jangan lelahnya yang kau pikirkan. Justru nikmatnya, nikmat apa? Nikmat yang dilebihkan-Nya kepada hati-hati yang berlapang dada, yang memiliki iman lebih tinggi. Maka lakukanlah, agar kau bisa merasakan dengan hatimu seperti apa nikmat tersebut. Tenang saja, Alloh tiada alpa akan pengorbanan hamba-hamba-Nya.

Maka buatlah ukhuwah terasa indah, dengan menjadikan dirimu sebagai sosok pendengar yang baik. Dan bersabarlah dalam mengerjakannya. Percayalah, dengan kepayahan yang kau lakukan, Alloh telah mengangkat lagi derajatmu ke tempat lebih tinggi dan menjadikanmu kedalam golongan orang yang beruntung, sebagaimana firman-Nya :
“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” QS. Ash-Shuraa [42] : 43

Agustus  2014

Bertahan

wahai diri..
jangan pernah bermain dengan sebuah rasa..
mentergesai untuk sekedar mencicipi keindahannya..
jangan tertipu dengan terlalu dini memakluminya sbg sebuah fitrah..

memang indah ketika mendapati sinyal2 rasa dari dia yang ada di sebrang sana..
hingga dinding yang semula kita pasang dengan tebal..
perlahan terkikis dan membuat kita ingin membalas sinyal tersebut..

sabarlah wahai diri..
jangan dudukkan fitrah itu dibawah nafsu..

bangun lagi dinding pertahanan yg telah kau pasang..
dan tancapkan keyakinan, bahwa mentergesai kenikmatan dalam ikatan yg belum halal..
hanya akan membuat rasa di depan terasa hambar..

seperti berpuasa, kata ustad salim..
ada dua kebahagiaan atasnya, yaitu saat berbuka dan saat perjumpaan dengan Robbnya..

maka tetaplah pada keterjagaanmu..
mungkin rasa itu terlihat ranum, bagai buah nun jauh disana..
tp tetaplah tak halal jika kau makan tanpa ijin pemiliknya..

sabarlah..
ikhlaskan hatimu untuk menuruti aturanNya..
agar Alloh pisahkan hatimu dengan kasih sayangnya..
agar tak lagi samar dalam mebedakan mana fitrah dan nafsu yg terselubung oleh setan..

J Ranaa

Rumah Ini

Robbi,

ku ingat saat mereka meminta agar kami menghuni rumah ini
ku ingat saat mereka berharap agar kami berjuang dan jangan pernah pergi

dulu..
ketika matahari mulai meninggi, mereka hadir untuk sekedar menyapa atau menanyakan kondisi iman kami
kemudian ketika bulan hampir sempurna terlihat dari bumi, mereka hadir agar kami terjaga dan selalu menyemangati

dan aku mensyukuri, yang lain juga sepertinya sama..
tapi. sayang semua itu terjadi hanya dalam bilangan hari..

padahal kami, belum sempat mengenal lebih jauh tentang rumah ini
kami lapar dan haus pun mereka tak ada yg mengetahui
mungkin sibuk
dan memang sibuk

tapi bagaimana ? kami belum bisa makan sendiri

bahkan banyak tamu yang singgah, kami bingung bagaimana harus melayani

hingga belum sempat mendapat jamuan, mereka terlanjur pergi

Robbi..

mungkin ini salah satu bentuk tarbiyahmu pada kami..

pasti ada hikmah yg Kau ingin kami untuk insyafi..
pasti ada putih dibalik kelabu yang sedang menaungi atap rumah ini..

Maka padaMu kini , kami kembali..
belajar mengikhlaskan mereka yg telah pergi..
belajar meyakini bahwa akan ada yg lebih baik sbg pengganti..

ya..
mungkin memang ini jalanMu untuk menjaga tauhid kami agar tetap murni..
karena mengharap pada orang sholeh bisa menjadi ilah lain yg kami ibadahi..

J Ranaa || September 2014

Ini Bukan Jalan Dakwah

ku tulis ini, sebagai penghilang dahaga bagi iman iman kita yang kian kerontang..
ku minta fatwa pada hati, dan ternyata sudah begitu banyak dimdimg yg berlubang..

Sekali lagi, ku menyaksikan kekejaman sepi..
Lagi lagi satu jiwa hampir mati ..
Tak kenal bahagia..

Meski disini terlihat ramai,
Tapi mereka hanya lalu lalang,,
Tak ada kepedulian..
Dia pergi pun tak ada yg sadar,
mungkin sadar, tapi hanya diam..

Bahkan janji yang selama ini membuatnya bertahan..
Ia lepas begitu saja untuk kemudian ditinggal pergi..

Di titik ini ku ambil pelajaran..

bahwa..
yang harus ku ketahui

dakwah itu adalah seruan..
yang setelahnya berlanjut pada pembinaan..
bukan sekedar ajakan yang ketika dia mengikuti lantas dilepaskan..

karena

setiap kita yang berada di jalan dakwah..
hakikatnya sama seperti ibu yang merindukan seorang anak..
rindu dengan mereka yang menyambut seruan kita..
ya meski tugas kita hanya menyampaikan..
meski melahirkan anak dr rahim seorang istri bukanlah kewajiban..
meski karunia hidayah, karunia anak tetaplah hak Alloh semata..
tapi rindu terhadap mereka penyambut dakwah juga tak bisa dihilangkan..
benar bukan ??

setiap malam berdoa, meminta..
agar dakwah disambut pelukan..
agar dalam rahim terjadi pembuahan..
lantas ketika Alloh qobul, lalu apa anak itu kita biarkan ??
apa mereka yang menyambut seruan kita, kita tinggalkan ??

harusnya kita paham..
dan ku rasa semua orang disini pasti paham, bahwa tugas ibu bukan hanya melahirkan..
tapi juga merawat, mendidik sampai ia menjadi generasi rabbani..

dan memang disanalah letak point utamanya..
di tiap usaha seorang ibu dalam mentarbiyah anaknya .
di tiap pengorbanan harta dan jiwanya dalam mengenalkan Alloh pada anak2nya..
menancapkan tauhid di titik dasar pemikirannya..
barulah Alloh menaruh syurga dalam telapaknya..

syurga, yang sama mulianya dengan onta merah yang dijanjikan pada para pendakwah..
pendakwah yang bersungguh2 mengemban amanah..
yang juga berkorban dr mulai waktu harta dan jiwanya..

ya.. sangat berharga hadiah syurga dan onta merah yg Alloh janjikan..
sebab tak mudah, sebab butuh waktu lama..

maka aku tak heran..
ketika..
Sebaik apapun suatu lingkungan..
Seshalih apapun orang orang didalamnya..
namun tak dapat menghasilkan generasi yang berikutnya..
namun justru Alloh ambil kembali amanah yg telah dititipkanNya..
sebab tak dikasih makan, tak ada pembinaan dan penjagaan..

Maka kutulis ini pada kalian yang masih mau meikirkan dan memakai perasaan..
kutulis ini pada kalian yang masih memiliki kepekaan..

belajarlah untuk lebih peduli..
sebab kepedulian itu amatlah penting,
Kesadaran untuk berbagi haruslah dimiliki seorang beriman..
Jangan seperti ini, jika tak mau terus menerus kehilangan..

J Ranaa || September 2014

Sepenggal Kisah dari “Jalan Cinta Para Pejuang”

Sepenggal Kisah dari “Jalan Cinta Para Pejuang”

Kali ini, dari sebuah judul “Mencintai Sejantan ‘Ali”  Mungkin ada beberapa yang sudah hapal tentang kisah ini. Tapi sungguh, diri ini tak dapat menahan untuk berbagi kicauan indah yang dituangkan oleh ustadz salim. Tentu dengan sedikit perubahan.

Diawal, diceritakan bagaimana titik awal rasa itu menyeruak dalam dada ‘Ali.
“Dia tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta” tulis ustadz Salim “Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yg paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan sang Nabi. Abu Bakr radhiyallohu ‘anhu.

‘Ali merasa diuji karena terasa apalah ia dibanding Abu Bakr. ‘Ali hanyalah pemuda miskin dari keluarga miskin.

“Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ‘Ali  “Aku mendahulukan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan.”

Begitulah berturut diceritakan. Lamaran Abu Bakr, disusul ‘Umar yang keduanya ditolak. Maka ‘Ali bingung, menantu seperti apakah yang kiranya dikehendaki Rosul?  Tapi kebingungannya tak berlangsung lama, beruntung Allah karuniakan ia sahabat sahabat yang senantiasa mendukung. Sehingga membangunkan keberaniannya.

“‘Ali pun menghadap sang Nabi.” Lanjut ustadz dalam paragraph yang berbeda. “Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginanannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya dibatas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanak-kanakan!

Usianya telah mencapai kepala dua sekarang. “Engkau pemuda sejati wahai ‘Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. pemuda yang siap bertanggung jawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.”

dan bagaimana akhirnya? tentu kalian tahu. sangat indah bukan ?

di akhir, ustadz salim menutup kisah ini dengan kesimpulan yang penuh hikmah :
“Inilah jalan cinta para pejuang.” tulisnya “Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan disini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ‘Ali. Ia mempersilakan atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan bagi pecinta sejati, selalu ada yang manis dalam mencecap keduanya. Di jalan cinta para pejuang, kita belajar untuk bertanggungjawab atas setiap perasaan kita.”

*selesai

begitulah shalihah, lelaki sejati tak pernah meminta kita untuk menanti. dan kita pun tak sepatutnya menjatuhkan diri dalam kubangan penantian. karena penantian, terkadang membuka pintu pintu syeithan. maka kepadamu yang tentram dalam taat, tetaplah membisu sampai Allah jawab melalui waktu. semoga cinta yang kau simpan meski hampir membeku, akan memuliakanmu sampai hari itu.

by : J ranaa

Rindu

aku pun pernah merindu..
seperti bunga yang hampir layu dipenghujung tahun..

aku pun pernah merindu..
seperti padi yang hampir menguning di penghujung musim .

aku pun pernah merindu..
seperti senja yang hampir hilang ditelan deburan ombak..

aku pun pernah merindu..
seperti embun yang hampir jatuh di mulut daun..

tapi..
apa rindu akan sirna jika ku bingkai dengan kata kata ??

apa akan terobati jika ku balut dengan ribuan puisi..

tidak !!
bahkan yang kurindukan, akan menyuruh ku untuk menyimpan rindu itu sendiri…
tak layak untuk diumbar..
karena sejatinya rasa, tak akan padam jika tak kau tikam dengan kejam..

yakinlah..
dengan menyimpan rindu itu sendiri,
akan membuat yang dirindu semakin terjaga..
segala proses terasa mulia..

karena rinduku.
baik ku ucap atau tidak, tetap tak hilang.
sebelum tiba masa Alloh takdirkan..
bersama yang dirindu naik ke pelaminan..

j_ranaa || September, 2014

Hikmah Pagi : Satu sisi dari sebuah Syukur

rihlah sendirian itu terkadang memang diperlukan..
melihat wajah dunia dengan lebih jelas..
mengamati beragam penduduk bumi dari yang paling taat sampai tak merasa sedang berbuat maksiat..
membaca situasi, mengambil hikmah, dan mencocokkan kebenarannya dengan Al Qur’an..

seperti pagi ini.. di bawah pohon pohon kota Bogor yang sangat rindang.. dengan santai dia kendarai motor maticnya,
lihat kanan kiri.. memperhatikan jalan dan manusia disekitarnya..
melihat pemandangan seperti itu membuatnya mengilhami sesuatu..
ya, sesuatu yang sering terjadi namun jarang yang menyadari..

tentang syukur ..

“amat benar pepatah yang mengatakan, “sesuatu baru dirasa berharga ketika sudah tiada “..
seperti di minggu ini, dia mengingat ketika semua orang dari yang paling dekat dengannya sampai yang baru dikenalnya.. tiba-tiba merindukan masa lalu mereka.. merindukan segala hal dan orang – orang di masa lalunya.. hingga bernostalgia menjadi sesuatu yang amat berharga lagi bahagia.. rasanya ingin lebih lama bercengkrama dengan mereka yg berada di masa lalu itu..

tapi, kenapa mereka yg di masa kini seakan terabaikan? merasa tak ada artinya dengan sejuta kenangan di masa lalu itu.. padahal seindah apapun kenangan, ia hanya perlu tetap tersimpan. baik di hati ataupun di ruang kecil dalam otak kita.. tahukah, sadarkah? kerinduan kita yg amat besar terhadap masa lalu itu bisa jdi dikarenakan sikap kita yang tak menghargai setiap hal nya di masa kini.. karena pikiran kita di masa kini masih terperangkap di masa lalu..
jadi kepadamu yang menoleh kebelakang. cobalah sejenak tatap mereka yang berada disekitarmu saat ini..
mereka yang berarti namun dilupakan..
mereka yang peduli namun kau abaikan..
hargai mereka, sayangi mereka..
agar kelak tak menyesal, dn kmbali kau rindukan..”

hemm.. sejuknya bau embun dari dedaunan. semoga setiap wajah yang dia lihat hari ini, bisa senantiasa mensyukuri apa yang telah mereka miliki saat ini..
lanjut pulang ^^
9 Muharram 1436 jalan pemuda || jauzaatul ranaa

Lagi Lagi.. Cinta

Berbicara cinta,
pasti setiap jiwa dimasuki ruh ruh pujangga seketika,

kau harus setuju dengan pendapatku satu ini,

karena apa? Karena tidak ada hal semenarik cinta?

Benar kan, kau pasti senyum tiba tiba ‘-)

berbicara cinta,

semua berlomba lomba memaknainya..

seolah dia yang paling mengerti cinta, padahal setiap kita punya cinta yg berbeda..

Benar kan ?

Biarlah, cukup membuat kita asik sendiri didalamnya, sendiri…manis bukan??

Berbicara cinta,

sadarkah ?

Begitu banyak kata telah tertuang untuk menjabarkannya..

Dan tahukah ?

tetap saja, tdk dapat memenuhi tabung hasratnya..

Masih saja haus dalam dahaga..

Seolah tak pernah puas menggali pesona dibalik keagungannya..

Entah madu atau racun..

Yg jelas, memang membuat candu para penikmatnya..

Dan hakikat cinta, akan lebih mulia jika kita sadar sumber matanya..

Letak daripada Puncak kehormatannya..

Ya, siapa lagi.. Jika bukan kpd sang Maha Cinta..??

Dan jangan hinakan kau punya cinta..

Dengan hanya memperjuangkannya,

kepada makhluk yang hakikatnya terbuat dari setetes air yang hina..

Serahkan cintamu untukNya,
seutuhnya ~

Januari 2013 | j rana

Bu… ;(

Bu, tahukah?

Jika memang kau inginkan aku untuk berjuang,

tak bisakah kau restui jalan ini yg ku pilih untuk ku berjuang?

Bu, jika memang kau inginkan aku untuk maju,

tak bisakah kau biarkan langkahku disini, untuk terus maju?

Bu, jika kau inginkan aku berkorban,

tak bisakah jalan ini ku pertahankan dan tak menjadi korban?

Bu, tahukah?

Bukan karena luka di tangan yg aku takutkan,

karena ku tahu tak ada luka yg sebanding dgn usahamu melahirkanku,

tapi bu, tahukah ?

Bukan aku tak takut kehilangan dirimu,

tp aku lebih takut kehilanganNya karena perintahmu,

bu, tahukah ?

Ku kira kita tak butuh kata untuk saling percaya,

ku kira kita tak butuh janji untuk saling memahami,

apa karena tak ada lagi tali pusar yg menjadi pengikat kita?

Sehingga ruh ruh kita melemah, tak dapat saling sentuh dialam bawah sana?

Bu, bukan karena padamu ku tak cinta,

aku cinta, bahkan tak perlu ditanya,

tapi bisakah aku mewujudkannya dengan cara yg berbeda?

Agar ku juga tetap bisa menjaga cinta ini padaNya,

bu.. ‘(

 

Januari 2013 || J Ranaa

“Bersabar untuk Tak Menanti”

‘Aku bukan tak sabar, hanya tak ingin menanti
Karena berani memutuskan adalah juga kesabaran
Karena terkadang penantian Membuka pintu pintu syaithan’

“Apakah kesabaran itu ada batasnya?”, begitu tanya seorang Ukhti dalam sebuah forum diskusi.
“Bagi sahabat saya itu”, ia meneruskan,
“kesabaran berarti menunggu, dan terus menunggu. Padahal taaruf ini telah berjalan begitu lama. Sangat lama. Ikhwan itu selalu mengulur dan mengulur. Meminta waktu dan meminta waktu. Begitu terus.”

Nah, apa kesabaran ada batasnya? Ada 3 kategori sabar yg di tuntunkan Al Quran. Ketiganya adalah sabar dalam menghadapi musibah dan ujian Qs.2/155-156, sabar dalam ketaatan Qs.20/132, serta sabar untuk menjauhi kedurhakaan Qs.12/33
Maka seringkali KESABARAN SEJATI TAK SELALU BERARTI MENANTI.

Suatu saat, seorang lelaki melamar wanita yg hendak dinikahinya,
“lamaran ini kami terima”, begitu jawaban sang wali. “Tapi kami harap pernikahannya masih dua atau tiga tahun lagi.” Alangkah lama penantian baginya. Dan terasa akan lebih lama ketika sang pemuda menyadari bahwa hukum pernikahan baginya bukan lagi sunnah. Tapi wajib. Dia sudah begitu takut terjerumus dalam apa apa yang Allah benci. Di tangannya kini telah ada penghasilan meski belum bisa disebut memadai. Maka ia wajib menikah. Ia takut. Ia merasa tak sanggup untuk menanti. Dan ia memilih untuk memutuskan. Meski berat. Baginya, di situlah kesabaran. Bukan pada penantian yang membuka pintu pintu syaithan. Dengan menyebut asma Allah, sang pemuda menguatkan hati. Dan suaranya, meski agak serak, menggambarkan sebuah keteguhan hati. “Urusan saya sekarang ini adalah segera menikah. Belum soal dengan siapa. Kalau saya ditakdirkan Allah tak mendapatkan seorang calon mertua disini, pada saat ini, insyaallah saya akan mencarinya di tempat lain. Dimulai sejak perjalanan pulang nanti, in sya allah.”

Semua mata terbelalak. Semua telinga sedikit merona. Mulut mulut yang sedang minum dan mengudap hidangan harus dijaga agar tak tersedak. Untunglah kemudian dia bisa menjelaskan prinsipnya. Alhamdulillah semua memahaminya. Dia memilih sebuah kesabaran. Menjaga diri untuk selalu taat pada Allah dan menjauhi maksiat. Di tengahnya sebuah resiko menghujam dalam. Resiko tak jadi menikah dengan wanita yang telah dipilihnya. Dan ini diambil demi kemenangan yang lebih besar. Sabar. Di jalan cinta para pejuang, sabar adalah lautan tak bertepi. Tapi menunggu itu ada batasnya. Batas itu adalah garis yang memisahkan ketaatan kepada Allah dengan pintu pintu peluang mendurhakainya. Dan disinilah kita temui sebuah kesabaran sejati. Di jalan cinta para pejuang sabarlah untuk taat, untuk tak durhaka, untuk menghadapi ujian ujian yang jatuh menimpa antara keduanya.

Salim A Fillah di Jalan Cinta Para Pejuang