Arsip

Titip hatinya

Aku, aku hanya manusia. Tak bisa mengendalikan hati atapun menjaga perasaan seseorang agar tetap sama untuk waktu yang lama. Tak bisa memastikan hatimu agar tetap setia menujuku sampai waktu yang hanya kau sendiri yang tahu.

Lantas kenapa aku mau menunggu? Iya, aku menunggumu. Dalam hidup, aku belum pernah dengan yakin untuk mengijinkan seseorang masuk dan menetap. Tapi kepadamu, aku ingin melakukannya. Bukan mencoba, tapi dengan berani memutuskan untuk melangkah. Aku ingin menunggu seseorang yang memang pantas untuk di tunggu. Aku ingin menunggu seseorang yang kuyakini kedatangannya.

Hanya doa, doa yang menjadi senjata. Kepada hatimu, aku hanya menjaganya melalui doa doa. Ku titipkan seluruhnya pada Dzat yang memegang hati kita. Biar Dia yang jaga, biar Dia yang pelihara.

Allah, kuatkan hatinya, istiqamahkanlah ia.. 

kepingan rindu

1451351567225.jpg

Ini adalah kepingan dari rindu..

Rindu, bagi dua raga yang terpisah itu tak ada penawarnya. Sekalipun bertemu, tak ada artinya. Tak dapat saling sapa atau menyampaikan. Yang bisa mereka lakukan, hanya diam diam berdoa dan bersabar..

Semoga dua rindu itu segera bertemu .. di bawah naungan yang berlapiskan keberkahan..

Perasaan Seorang Ayah

“Sudah tibakah waktu bagi ayah melepaskanmu, putri yang selalu kecil dimataku?” Ucapku dalam hati saat memandangimu terlelap dari sudut pintu.

Beberapa jam yang lalu, kau mengajak ayah dan ibu membicarakan sesuatu. Ayah belum pernah melihat tatapan matamu yang seperti itu. Kau persilahkan kami duduk dengan lebih dulu menyuguhkan  dua cangkir kopi susu.

Awalnya kau diam tertunduk dan menghela nafas. Ayah pikir kau habis berbuat salah, padahal ayah sudah siapkan maaf dan candaan jika benar begitu perkiraannya. Tapi kemudian kau angkat kepala dan mengucapkan bismillah.

“Ada laki-laki.. yang ingin kuusahakan untuk diterima olehmu, ayah.” Tanpa ragu kau mengatakan itu. Apa? Laki-laki? Apa kau sedang memohon pada ayah?

Ayah tak pernah menyangka akan tiba masa dimana dengan berani kau bicarakan seorang laki-laki lain di hadapan ayah. Apa saat ini benar-benar waktunya?

“Laki-laki itu tak pernah memintaku melakukan hal seperti ini, laki-laki itu juga sedang berusaha memantaskan diri. Memantaskan diri untuk meminta aku pada ayah dan ibu nanti..”

Ayah mematung melihat kesungguhanmu, perasaan seperti apa ini? Beda sekali rasanya saat ayah hendak meminta ibumu dihadapan kakekmu, Nak. Ini lebih sakit, khawatir namun juga bangga menyadari kau telah tumbuh seperti ini. Ayah bertanya-tanya, darimana datangnya keberanian itu? Sedangakan menaiki sebuah bukit landai pun kau kuras air matamu. Memang seperti apa laki-laki itu?? Hingga kau sangat ingin agar ayah menerimanya tanpa ragu.

Ketahuilah.. bagi seorang ayah, tak ada usia yang pas untuk melepas putrinya. Kau selalu nampak elok dan kecil dihadapan ayah. Ayah masih mampu untuk menjadi kuda kudaanmu meski kau saat ini sudah masuk kepala dua. Ayah masih mampu mengajakmu berjalan-jalan mengendarai motor tua. Tapi.. hari ini ayah paham, bahwa kau sudah beranjak dewasa. Sepertinya laki-laki itu benar baik adanya. Laki-laki yang akhirnya mampu membuat putriku percaya dan bahkan meminta ayah melakukannya juga.

Tapi namanya ayah tetaplah ayah. Bawa saja laki-laki itu, ayah tak akan menerima begitu saja. Kau putriku telah berjuang meminta ayah menerimanya, maka ayahpun harus membuat dia memperjuangkanmu. Seberapa baik diin.a dan juga akhlaqnya. Siapkah dia berlelah menggelar sajadah di waktu malam. Dan siapkah dia bersusah payah menggapai keridhoanNya.

Sebab putri ayah bukan untuk di jadikan partner hidup susah, namun untuk dijadikan partner berjuang dalam beribadah.

Selamat tidur, putri kecil ayah

©esd || rumah, akhir oktober 2015

Berhasil

Alhamdulillah.. akhirnya setelah sekian lama ngotak ngatik password blog bisa kebuka jugaaa..

Udah bulan desember aja, 2015 udah mau berganti. Banyak cerita yang terjadi, dan bikin terkagum kagum sama skenarioNya..

Banyak yang disemogakan di tahun ini.. banyak juga saudari yang sudah mengubah predikatnya menjadi istri.

Aku? Aku masih mblooo wehehe. Biarin , yang penting aku ga lupa buat bahagia. Ahaha

In syaa alloh, sebentar lagi 😀

FOKUS

FOKUS

Belakangan ini, pikiranku seolah kabur dari pemahaman yang baik tentang satu kata itu, “fokus”. Tak sadar, bahwa pandanganku lebih sering tertuju pada hal hal yang masih mengawang di antara gumpalan awan di atas sana.

Aku terlalu asik dengan bayangan bayangan yang ku cipta sendiri. Ternyata, berbincang dengan “kamu” membuatku seperti tidak membutuhkan hal yang lain. Bersyukur Alloh berikan ku saudari yang membuatku kembali menginsyafi arti sesungguhnya dari satu kata itu. Bahwa fokus bukannya mengedarkan pandangan pada hal hal yang jadi penghalang, namun pilih 1 hal yang dapat kau tekuni dan istiqomahi. Alhamdulillah juga ada seorang adik yang sudah semakin pandai dalam mengambil pelajaran, hingga semakin jelas apa saja cela yang harus ku benahi.

Aku bukan tak ingin memikirkanmu lagi. Kamu dan pernikahan masihlah sesuatu yang pasti aku pikirkan hehe. hanya saja, kadarnya yang harus ku perhatikan. Jangan sampai, perasaan cinta yang terlanjur memenuhi ruang disini, menjadi sesuatu yang tumpah begitu saja tanpa ada kemanfaatan. Alias luber!

Jadi kuputuskan..

Fokusku.. untuk kalian saja..
mencurahkan perasaan dan pikiran untuk kalian..
menyalurkan cinta dan kasih sayang kepada kalian..
menghabiskan waktu luang yang ku punya dengan kalian..
memberi perhatian dan telinga yang siap mendengar juga untuk kalian..
berharap dengan itu semua, hidup kita dipenuhi keridhoan dan keberkahan..

Sebab berbicara cinta, tak melulu harus dengan seseorang yang nantinya kita kenal dengan “misua” hehe. Membagi perasaan itu pada mereka yang ada dalam dekapan ukhuwah juga tak kalah manis rasanya.

nah kan.. perkataan ‘Umar bin Khattab kembali terngiang
“Malam berlalu,
tapi tak mampu ku pejamkan mata dirundung rindu..
kepada kalian yang wajahnya mengingatkanku akan surga..
wahai fajar, cepatlah datang..
agar sempat ku katakan pada mereka..
“Aku mencintai kalian karena Alloh”

Hidup Hanya Sebentar

Belakangan ini aku memikirkan, tentang apa saja yang selama ini sudah ku lakukan. Ada manfaatnya kah? Aku tak lagi bisa dikatakan anak remaja, wong sudah masuk kepala 2. Sudah tak lagi bisa meminta kemakluman dari siapapun atas segala sikapku yang lebih sering kekanak-kanakkan. Malu, malu sama kucing.. meong meong meong..

Aku mulai memikirkan apa yang harus kulakukan di masa depan agar usiaku tak begitu saja habis ditelan jaman. Sebab hidup hanya sebentar. Bayangkan, jika umat Nabi Muhammad diperkirakan paling lama hidup sekitar 70 tahun, lalu bagaimana dengan mereka yang meninggal sejak tahun 100? Yang berarti di alam kubur sudah sekitar 1915 tahun. Jadi bagaimana mungkin waktu 70 tahun itu terbilang lama?

Maka aku harus segera menemukan jawaban atas setiap pertanyaan. Apa hal yang harus kulakukan agar bermanfaat bagi orang banyak? menulis? mungkin ya, sedikit. Tapi aku pun harus menemukan tulisan seperti apa yang diakhirat bisa menyelamatkan. Kalau sekedar menulis untuk mengharap pujian? Itu melelahkan, serta hanya menjadi luka bagi iman. Dan menulis tentang cinta lengkap dengan tetek bengeknya, kuakui adalah materi yang amat menggiurkan. Tapi lagi-lagi benarkah ada kemanfaatan??

Aku pun sedikitnya menyadari, bahwa Alloh telah memberikan furqon kepada orang orang yang bertaqwa sebagai tameng. Furqonnya adalah Qur’an. Jadi apapun yang hendak dituliskan haruslah mengandung pelajaran. Pelajaran yang di dalamnya terdapat kebenaran. Bukan sekedar tulisan roman picisan.

Dan saat aku membaca buku buku ustadz salim, ah rasanya aku kehabisan kata kata. Merasa semua pelajaran tentang cinta, ukhuwah dan perjuangan sudah berhasil beliau tuangkan secara apik. Maka aku berpikir untuk menjadi repeater dari setiap kisah kisah manfaatnya kepada sahabat sahabatku. Tapi, lebih dari semua itu, yang paling berat adalah mengamalkannya, mengamalkan setiap apa yang kita baca maupun sampaikan. Ayat-ayat di Quran saja sangat bisa dihitung pengamalannya. Astaghfirulloh

Jadi wahai diriku, hidup ini hanyalah sebentar. jangan lagi kau sia siakan. Fokus terhadap tujuan. Silahkan saja menulis, tapi jangan melenceng dari esensi kebenaran yang hendak kau kedepankan. Dan fokus utama dari segalanya tetaplah yang tertuang dalam Al Quran. Yaitu memenangkan Islam di atas segalanya, menjadi abdi Alloh bagaimanapun keadaannya.

Pasangan

Assalamu’alaikum..

Selamat Malam, kamu. iya, kamu..bukan ksatria. Tidak, aku tak membicarakan 2 orang berbeda. Hanya saja, aku sedang dalam keadaan tak begitu baik. Maka aku hanya akan memanggi kamu, mengapa? apa menyebalkan??

Tahukah apa yang membuatku terganggu? 1 kata. Pasangan. Aku hendak bertanya padamu, apa definisi pasangan menurutmu?? apa yang kau fikirkan saat membicarakan kata pasangan?? kalau aku, tentu itu tentang 2 hal. baik saling melengkapi, ataupun mengiringi, atau menemani?? entahlah. yang pasti kali ini berkaitan dengan satu hal yang tak bisa ku kendalikan : Takdir.

Pasangan, jika kita kaitkan dengan benda, pasti ianya mutlak terdiri dari 2 benda. baik serupa ataupun tidak, yang jelas hanya 2. ya, hanya 2! tak boleh kurang, apalagi lebih!! benar-benar tak boleh!!!. seperti sepasang sepatu, ataupun sepasang celana dan baju, atau ditambah sendok dan garpu. benar kan, hanya 2 buah benda. Dan itu sudah lebih dari cukup untuk membangun satu kata, yakni pasangan. Dan oya, pasangan itu juga tak akan serasi kan jika salah satunya dilebihkan menjadi 2,3, atau 4? seperti 1 sepatu di sebelah kanan melengkapi 3 sepatu sebelah kiri, ya kan??

Membingungkan yah? Sabar, aku masih belum sampai pada maksud yang hendak ku sampaikan.

Kamu, tahukah kamu? ternyata di dunia ini.. ada 1 hal yang juga bisa disebut pasangan meski ia berjumlah 2,3, atau bahkan 4. Ada 1 hal yang bisa melengkapi 2,3, sampai 4 hal bersamaan dan sah sah saja disebut pasangan. serius, terdengar serakah bukan?? tapi sayangnya, itu adalah kebenaran bukan ketamakan. kebenaran bahwa pasangan bukan hanya selalu tentang 2 hal. Dan yang menyebalkan, bahwa aku tak boleh ingkar pada kebenaran itu.

Bagaimana? sudah mulai mengerti? Ya, yang aku bicarakan adalah pasangan dalam pernikahan. Ternyata, aku lupa bahwa dalam islam 1 orang laki laki -bukan kamu- itu boleh di pasangkan dengan 2,3, atau 4 orang perempuan -bukan jg aku-. Begitulah.. terkadang dalam islam ada hitung-hitungan yang tak bisa kita ukur dengan sesuatu yang telah manusia tetapkan. Seperti sedekah kan? di dalamnya, bukanlah 1+1=2, tapi bisa bercabang bahkan berkali lipat sampai 70.  Begitulah, Islam. Yang ku pegang bagai bara api.

Dan mengetahuinya, tak lantas membuatku berlapang dada menerima pasangan yang berjumlah lebih dari 2. Atau berpasangan dengan yag tidak sedang dalam kesendirian. Maaf, jika saat ini aku masih berdamai dengan egoku.

Tapi, masa depan siapa yang tahu?? Aku hanya ingin mengungkapkannya padamu, itu saja. Pun jika mampu, aku pasti lebih memilih untuk selalu merayu agar takdir bisa berdamai denganku. Tapi, ku yakin kamu tak suka akan hal itu.

Jadi, aku hanya berlindung kepada Maha Pelindung dari hal hal yang tak mampu tertahan di atas bahuku. Berlidung dari hal-hal yang mendurhakai takdirku. tapi, bukan berarti aku setuju.. mengerti??

Dan, ku harap saat ini hanya seperti ini :

Bw69X-2CQAAKowK.jpg large

sendiri, hanya sendiri.. yah??

Bogor, 18 Januari 2015 || esd

Hujan di Awal Tahun

Hujan di Awal Tahun

ksatria..
sudah musim hujan lagi..
entah pagi yang ke berapa kali ini, ketika aku kembali mengadukan tentang hujan padamu..

entah pula mengapa, hujan ini membuatku lebih ingin bermanja dan berlama lama menulis untuk nanti kau baca..
dan aku tak takut hujan ksatria, sebab kalau aku takut aku tak kan bisa keluar dari rumah.

yang aku takut, kalau aku hanya berdiam di rumah, maka akan semakin lama membuatmu terjaga dalam proses memantaskan diri..
dan aku.. aku tak pernah menyalahkanmu yang sampai saat ini belum mampu membuatku tergenapi..

aku.. akan tetap menunggu dan terus menunggu..
meski 1 digit di ujung tanggal sana sudah kembali berganti..
baik genapnya masehi menjadi ganjil..
dan ganjilnya hijriyah menjadi genap..
aku masih tetap menunggu..
hingga keduanya bersamaan menjadi ganjil, barangkali saat itu akan menjadi hari kita.
sebab Alloh pun suka yang ganjil bukan??

aku masih tetap menunggu..
menunggumu yang benar benar belum tereja namanya, belum terbingkai wajahnya, dan belum pernah datang menyapa apalagi memberi harapan palsu..

dan dirimu yang seperti itulah, yang terus membuatku jatuh cinta..
bertahan dalam kejatuhan rasa yang tak menyakitkan..
bertahan sampai kau datang..
tak apa jatuh, agar nanti aku dapat mengenggam tanganmu dan kita bangun bersama..

karena Alloh.. kita akan menghabiskan waktu agar menjadi pahala..

*loveksatria
Bogor, 15 Januari 2015 || esd

Langit Desember

Langit Desember

Assalamu’alaikum, langit !

Sore ini ku habiskan waktu berbincang dengan makhluk makhluk yang tinggal di bawah naunganmu..

Membicarakan hal hal yang memenuhi catatan mereka dari awal langit januari..

Beberapa sempat khawatir,
Kalau kalau langit desember yg mereka impikan tak keburu untuk mereka lihat..

Tahukah ??
Langitmu yang paling mereka tunggu.
dari warna gelap di fajar yang malu, sampai kepada malam yang kelabu..
jadi, jangan cepat usai ya ??
Ku mohon 🙂

Meski ku paham betul..
Betapa sibuknya kalian, penduduk langit bulan desember.
Di hujani miliyaran doa dari kami kami, penduduk bumi.
Berharap akan terwujud bersamaan dengan hari yang semakin menuju tanggal 31 itu..

Robbi..
Ku tahu, kami disini hanya bisa berencana..
Dan tentu, Engkaulah sebaik baik pembuat rencana..

Maka ku mohon Robbi..
Perkenankanlah doa doa saudariku yang melangit di bulan desember ini..
Dan lapangkanlah dada mereka, jika ternyata langit tahun depan lebih kau ridhoi menjadi rumah doa mereka dibanding langit desember ini .

wassalamualaikum !

JR || di bawah langit Desember 2015

Tentang Nikah

wusssshhhh~~

Baru selangkah kaki ini turun dari bis, angin yang cukup besar sudah menyambut. Alhamdulillah, tak sampai menyingkap hijabku.

Pukul 7 pagi, halte masih sepi. Kemanakah gerangan? Tak biasanya seperti ini. Bahkan si penyemir kecil yang selalu bersemangat tak nampak batang hidungnya. Mungkinkah cuaca berangin ini yang menyebabkan mereka semua menghilang dari peredaran? Entahlah..

Baik, duduk sendiri di halte yang sepi ini tak begitu buruk ku rasa. Toh, ada angin yang silih berganti menyapaku. Hufffet~

“Mau kemana ya kali ini??” Tanyaku sendiri.
Hari ini hari minggu, dan biasanya beberapa bulan sekali di hari minggu ku luangkan waktu untuk rihlah sendiri. Mungkin banyak orang yang tak begitu menyukai kemana mana sendiri, tapi bagiku ada rasa yang berbeda tiap kali ku lakukan kebiasaan ini.

Sambil memutuskan tujuan rihlahku, tak apalah menghabiskan waktu beberapa menit di tempat ini. Memandangi sekeliling, ya memang sepi sih.. tapi kan.. itu berarti semua oksigen yang tersedia cukup ku nikmati sendiri. Hehe

Halte ini memang halte yang cukup nyaman di daerah Bogor, banyak pohon pohon rindang yang menghiasi setiap sisi nya. Baik sekali bagi mereka yang merindukan udara segar.

Tak berapa lama, datang seorang laki laki bersama istrinya ku rasa. Berpasangan memakai gamis yang sama, hanya saja si suami dilengkapi peci, sedang si istri dilengkapi krudung rapi. Yaiyalah ya.. hehe

Tapi setelah ku perhatikan lebih jelas, wajahnya nampak tak serasi. Seperti ada kesenjangan usia di antara mereka. Dan si suami nampak lebih muda.

“Bunda, beneran gapapa abi anter sampai di sini? Anginnya cukup kencang loh.” Ucap si suami seperti hendak meninggalkan sang istri
“In syaa Alloh bunda ga apa apa bi. Sudah sana kasihan ummi.Abi hati hati yah di jalan.” Jawab istri

Dan akhirnya sang suami berjalan menjauh. Terlihat raut sang istri yang perlahan menjadi sendu.

Ku beranikan diri membuka percakapan.

“Assalamu’alaikum..” sapaku di sertai senyum
“Wa’alaikumussalam..” jawabnya dengan raut wajah yang berubah ceria
“Maaf, kalo boleh saya tau yang tadi itu suami mba?” Tanyaku penasaran
“Iya, betul. Kenapa mba?” Jawabnya yang membuatku salah tingkah.
“Oh. Engg..engga apa apa. Tapi maaf tadi tanpa sengaja saya mendengar pembicaraan kalian. Dan mba tadi menyuruh suami mba menemui ummi itu maksudnya ibunya suami mba?”
“Oh itu..” sang istri tersenyum. “Bukan mba, ummi itu istri pertama dari suami saya. Saya ini istri ke duanya. Dan suami saya lebih muda 5 tahun.” Lanjutnya yang sempat membuat nafasku tertahan.
“Subhanalloh.. emh maaf mba jika saya lancang.”
“Ga apa apa mba. Mba bukan orang pertama yang mendengar dan bereaksi seperti ini ko. Dan kenapa saya menjawabnya seolah tanpa beban? Karena memang saya tak pernah malu menjadi istri yang di madu. Mba sendiri terlihat masih muda, belum menikah ya??” Jelasnya ringan
“Iya mba, belum. Usia saya beranjak 20 tahun. Tapi, di madu itu bukannya gaenak ya?” Tanyaku selanjutnya

Percakapan kami pun berlanjut sampai kurang lebih satu jam. dan dari sana, aku benar benar mendapatkan ilmu yang luar biasa. Selama ini, aku memang sudah berkeinginan untuk menikah. Dan tak pernah terlintas sedetik pun bahwa yang akan datang bukanlah seorang bujang ataupun lajang. Bahkan untuk sang istri pasti lebih sulit. Aku dapat membayangkan perasaannya ketika ada sepasang suami istri dengan usia dibawah dia yang bersedia menerima kehadirannya dalam rumah tangga mereka. Jangan di tanya betapa malunya. Dan itu pula yang sekali lagi menyadarkanku, bahwa aku lupa ternyata selama ini, niatku menikah bukan murni karena Alloh. sebab masih banyak persyaratan yang ku buat sendiri, dan tak mempersiapkan diri untuk perihal perihal seperti itu. Aku tak pernah menyadari, bahwa yang menjadi perintah Alloh hanyalah menyegerakan menikah, bukan masalah dengan mereka yang laajang ataupun beristri, terlepas dari laki laki itu jodoh kita atau bukan. karena seperti yang tadi di ceritakan, bahwa yang namanya jodoh mau dipungkiri bagaimanapun maka tetap saja akhirnya adalah akad. karena pada awalnya sang istri kedua pun menolak pinangan dari si suami. tapi setelah 2 tahun tak dipertemukan dan si suami pun sudah benar benar merelakan, akhirnya Alloh kembali menakdirkan mereka sampai sang istri merasa yakin dan tak memiliki alasan untuk mengingkari si suami sebagai jodohnya lagi.

Ma sya Alloh, lantas bagaimana dengan takdirku kelak? jujur, bahkan setelah mendengar cerita sang istri pun hati ini tak lantas memutar kendali dan seketika rela jika seandainya berada di posisi tersebut. ya maka bentuk penerimaan terikhlasku saat ini adalah lebih dan lebiiiih lagi mendekatkan diri pada sang Ilahi. menggiatkan doa doa agar di beri hati yang lapang dan mudah bertawakkal. hiks..

ku yakin, tak ada wanita yang tak mengehendaki kebahagiaan dalam pernikahan mereka kelak. Maka doaku untuk hati ini dan hati kalian semua, moga kita senantiasa berprasangka baik padaNya, mendahulukan kebaikan yang di ridoiNya, dan menyukai setiap jengkal takdir yang diberikanNya. hingga bagaimanapun yang akan terjadi di hari kemudian, tak akan mengurangi kebahagiaan kita di dunia sbg hamba yang taqwa dan tak akan menghalangi bahagia kita di syurga kelak.
aamiin ya Robbi

rihlah yang sangat manfaat..

wusshhh..wuusshhh~~
angin pun semakin kencang, sepertinya aku sudah tahu harus kemana.
wassalamu’alaikum

Bogor, di awal bulan penghujung tahun.
dengan setting tempat yang tidak sebenarnya.

Dibawah Payung yang Sama

dibawah_payung_by_arazzahraaa-d5ynliw

Penghujung Tahun, bulan Desember

Benar ksatria, saat ini..hari ku ramai dengan hujan. Dan..ini membuatku menjadi lebih dan lebih merindukanmu..#ups
Ku berusaha acuh, tapi mereka curang. Mereka datang kesini beramai-ramai, meski awalnya rintik..namun kalau banyak aku pun ketakutan. Dibuat tak berdaya dengan iramanya yang seolah berduet dengan hati, menari-nari membuat fitrahku kembali teruji.

Tapi ku percaya ksatria, ada saatnya kita akan melawan hujan itu. Bahkan berdamai dengan rintiknya yang ramai. Menyelaraskan irama nya dengan langkah kaki kita yang beriringan. maka disaat itu, bukan lagi ketakutan yang menyapa, namun sesuatu yang sejuta kali lipat lebih manis rasanya.

ya..saat itu, saat kita berada dibawah payung yang sama. Saling menggenggam jari, disamping bahumu yang lebih tinggi.
ya..saat itu, saat kita berada dibawah payung yang sama. Baik berjalan kaki, atau diatas motormu, nanti.. setuju? 🙂

JR

“Mencuri hikmah dari si Semut”

Aku kembali berkisah, kali ini dari seorang sahabat.

Masih dengan tentara Alloh yang satu itu, angin. Lagi lagi, angin yang tak biasa di pagi ini membuatnya lebih ingin untuk menyeruput segelas minuman hangat, boleh teh ataupun kopi. asal jangan susu.
“kalau susu, buat anak ku..hehe” katanya. memang om yang satu ini humoris. hehe

dan tak butuh waktu lama bagi si om untuk mencercap keinginanya tersebut, barang 2-3 menit secangkir teh sudah menghiasi mejanya. tentu lebih spesial karena sang istri tercinta yang membuatnya. duh duh, bikin sesuatu aja deh hehe..

“kalau minum teh hangat itu, enaknya seruput seruput. jangan sekali teguk langsung habis.” jelasnya memberi tahu.

ya memang betul, karena justru sensasinya itu di jeda tiap tegukan. tapi memang dasar si om, jedanya terlalu lama. bayangkan saja, sekarang matahari sudah gagah bersinar. tapi teh nya masih setengah. sampai dingin dan disemutin, kan jadi mubazir.

“kali ini, memang sengaja om sisakan, ada sesuatu yang hendak om sampaikan dari peristiwa ini.” sanggahnya yang ku pikir hanya membela diri. hehe, ya lagian peristiwa apa? wong cuma setengah gelas teh yang sudah dingin dan disemutin.

“justru itu nduk, yang hendak om sampaikan. kamu lihat toh semut-semut yang mengerubungi? coba perhatikan yang tenggelam itu cukup banyak kan dibanding yang sekedar di pinggir-pinggir gelasnya?” ucap si om yang kali ini sepertinya serius.

“melihat hal tersebut, om jadi berpikir. kenapa ko banyak semut yang mati tenggelam? apa mereka tidak mengambil pelajaran ketika salah seorang semut telah lebih dulu tenggelam? sedang yang hanya mencicipi secukupnya, bisa pergi dan datang lagi dengan aman dan nyaman? oohh.. terlintas dalam pikiran om, ternyata SERAKAH yang telah mematikan hati mereka, sehingga tak berpengaruh saat mereka menyaksikan semut-semut yang lebih dulu mati tenggelam karena menuruti hawa nafsunya. Seandainya saja semut itu memiliki rasa qonaah. pasti tak perlu sampai mati untuk memuaskan nafsu yang secukupnya. Lalu, yang jadi pertanyaan pentingnya.. bagaimana dengan kita selama ini?” lanjut om yang membuatku termenung, hiks.

***

Subhanalloh, amat benar perumpamaan yang di buat si om. Memang setiap hal disekitar kita merupakan ayat kauniyahnya Alloh, hanya saja kita yang perlu membuka pikiran lebih luas untuk mengambil hikmahnya. Jazakallohu khoiyr om yang telah memberikan pelajaran luar biasa. Semoga kita tak sampai terjerumus karena rasa Serakah seperti semut tadi. aamiin

“sudah kan? tehnya mau om buang. dan kalau kamu mau memberi pelajaran kepada yang lainnya, cukup di ceritakan yaa jangan melalui teh ataupun minuman lain yang di sisakan. Nanti mubazir, hehe.”

haha, emang dasar si om.
-selesai
wassalamu’alaikum!

Bedahan || 2nd day of december 2014

JR

Autumn

Assalamu’alaikum autumn! Satu kata yang terlintas tentangmu, indah!

melihatmu terbingkai sempurna oleh layar tv ku yang mungil, menjadi hiburan tersendiri untuk ku di sore ini.
daun daun mapple yang menguning keemasan, seolah bersaing dengan rona mega senja dari balik jendela. Masyaa Alloh.

kemudian aku berpikir..
mengapa daun daun yang gugur di hokkaido menjadi jauh lebih indah dari daun-daun yang gugur di pekarangan depan rumah?
apa hanya karena warna yang tak biasa nampak?
atau mommentnya yang jarang jarang?

jadi kupikir, untuk menjadi indah apakah harus berbeda??

ya.. menjadi indah memang harus berbeda..
berbeda dari kebanyakan orang yang terhempas pada kenikmatan dunia..
berbeda dengan tetap teguh memegang syari’at..

dan agar menjadi indah untuk orang orang disekitar..
adakalanya kau memberikan arti dan pandangan yang berbeda..
saat orang lain berpikiran buruk dan seketika menjudge, maka kau luangkan sudut pandang yang berbeda. mendahulukan prasangka baik, mengedepankan telinga yang mau mendengar..
agar darinya lahir lisan yang penuh hikmah lagi menyejukkan..

dan lagi, agar indah itu terasa manis.
maka nasehat yang baik pun haruslah pada waktu waktu yang tertata..
seperti musim gugur yang hanya hadir sesekali dalam setahun..
disaat keringat hampir habis karena musim panas..
namun jua masih terlalu lama untuk menanti bunga bunga mekar di musim semi..

autumn, indah.. sungguh indah..

Ujung senja, langit Bogor || desember 2014
JR

“Cinta Bersujud di Mihrab Taat”

oleh Salim A. Fillah dalam Inspirasi, Rajutan Makna, Sirah. 08/04/2014

Julaibib, begitu dia biasa dipanggil. Sebutan ini sendiri mungkin sudah menunjukkan ciri jasmani serta kedudukannya di antara manusia; kerdil dan rendahan.

Julaibib. Nama yang tak biasa dan tak lengkap. Nama ini, tentu bukan dia sendiri yang menghendaki. Tidak pula orangtuanya. Julaibib hadir ke dunia tanpa mengetahui siapa ayah dan yang mana bundanya. Demikian pula orang-orang, semua tak tahu, atau tak mau tahu tentang nasab Julaibib. Tak dikenal pula, termasuk suku apakah dia. Celakanya, bagi masyarakat Yatsrib, tak bernasab dan tak bersuku adalah cacat kemasyarakatan yang tak terampunkan.

Julaibib yang tersisih. Tampilan jasmani dan kesehariannya juga menggenapkan sulitnya manusia berdekat-dekat dengannya. Wajahnya yang jelek terkesan sangar. Pendek. Bungkuk. Hitam. Fakir. Kainnya usang. Pakaiannya lusuh. Kakinya pecah-pecah tak beralas. Tak ada rumah untuk berteduh. Tidur sembarangan berbantalkan tangan, berkasurkan pasir dan kerikil. Tak ada perabotan. Minum hanya dari kolam umum yang diciduk dengan tangkupan telapak. Abu Barzah, seorang pemimpin Bani Aslam, sampai-sampai berkata tentang Julaibib, ”Jangan pernah biarkan Julaibib masuk di antara kalian! Demi Allah jika dia berani begitu, aku akan melakukan hal yang mengerikan padanya!”

Demikianlah Julaibib.

Namun jika Allah berkehendak menurunkan rahmatNya, tak satu makhlukpun bisa menghalangi. Julaibib berbinar menerima hidayah, dan dia selalu berada di shaff terdepan dalam shalat maupun jihad. Meski hampir semua orang tetap memperlakukannya seolah dia tiada, tidak begitu dengan Sang Rasul, Sang rahmat bagi semesta alam. Julaibib yang tinggal di shuffah Masjid Nabawi, suatu hari ditegur oleh Sang Nabi, Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. ”Ya Julaibib”, begitu lembut beliau memanggil, ”Tidakkah engkau menikah?”

”Siapakah orangnya Ya Rasulallah”, kata Julaibib, ”Yang mau menikahkan putrinya dengan diriku ini?”

Julaibib menjawab dengan tetap tersenyum. Tak ada kesan menyesali diri atau menyalahkan takdir Allah pada kata-kata maupun air mukanya. Rasulullah juga tersenyum. Mungkin memang tak ada orangtua yang berkenan pada Julaibib. Tapi hari berikutnya, ketika bertemu dengan Julaibib, Rasulullah menanyakan hal yang sama. ”Wahai Julaibib, tidakkah engkau menikah?” Dan Julaibib menjawab dengan jawaban yang sama. Begitu, begitu, begitu. Tiga kali. Tiga hari berturut-turut.

Dan di hari ketiga itulah, Sang Nabi menggamit lengan Julaibib kemudian membawanya ke salah satu rumah seorang pemimpin Anshar. ”Aku ingin”, kata Rasulullah pada si empunya rumah, ”Menikahkan puteri kalian.”

”Betapa indahnya dan betapa berkahnya”, begitu si wali menjawab berseri-seri, mengira bahwa Sang Nabi lah calon menantunya. ”Ooh.. Ya Rasulallah, ini sungguh akan menjadi cahaya yang menyingkirkan temaram dari rumah kami.”

”Tetapi bukan untukku”, kata Rasulullah. ”Kupinang puteri kalian untuk Julaibib.”

”Julaibib?”, nyaris terpekik ayah sang gadis.

”Ya. Untuk Julaibib.”

”Ya Rasulullah”, terdengar helaan nafas berat. ”Saya harus meminta pertimbangan isteri saya tentang hal ini.”

”Dengan Julaibib?”, isterinya berseru. ”Bagaimana bisa? Julaibib yang berwajah lecak, tak bernasab, tak berkabilah, tak berpangkat, dan tak berharta? Demi Allah tidak. Tidak akan pernah puteri kita menikah dengan Julaibib. Padahal kita telah menolak berbagai lamaran..”

Perdebatan itu tak berlangsung lama. Sang puteri dari balik tirai berkata anggun. ”Siapakah yang meminta?”

Sang ayah dan sang ibu menjelaskan.

”Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah? Demi Allah, kirim aku padanya. Dan demi Allah, karena Rasulullah lah yang meminta, maka tiada akan dia membawa kehancuran dan kerugian bagiku.” Sang gadis shalihah lalu membaca ayat ini;

an tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS Al Ahzab [33]: 36)

Dan Sang Nabi dengan tertunduk berdoa untuk sang gadis shalihah, ”Allahumma shubba ‘alaihima khairan shabban.. Wa la taj’al ‘aisyahuma kaddan kadda.. Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yang penuh berkah. Janganlah Kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah..”

Doa yang indah.

Sungguh kita belajar dari Julaibib untuk tak merutuki diri, untuk tak menyalahkan takdir, untuk menggenapkan pasrah dan taat pada Allah dan RasulNya. Tak mudah menjadi orang seperti Julaibib. Hidup dalam pilihan-pilihan yang sangat terbatas. Kita juga belajar lebih banyak dari gadis yang dipilihkan Rasulullah untuk Julaibib. Belajar agar cinta kita berhenti di titik ketaatan. Meloncati rasa suka dan tak suka. Karena kita tahu, mentaati Allah dalam hal yang tak kita suka adalah peluang bagi gelimang pahala. Karena kita tahu, seringkali ketidaksukaan kita hanyalah terjemah kecil ketidaktahuan. Ia adalah bagian dari kebodohan kita.

Isteri Julaibib mensujudkan cintanya di mihrab taat. Ketika taat, dia tak merisaukan kemampuannya.

Memang pasti, ada batas-batas manusiawi yang terlalu tinggi untuk kita lampaui. Tapi jika kita telah taat kepada Allah, jangan khawatirkan itu lagi. Ia Maha Tahu batas-batas kemampuan diri kita. Ia takkan membebani kita melebihinya. Isteri Julaibib telah taat kepada Allah dan RasulNya. Allah Maha Tahu. Dan Rasulullah telah berdoa. Mari kita ngiangkan kembali doa itu di telinga. ”Ya Allah”, lirih Sang Nabi, ”Limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yang penuh barakah. Janganlah Kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah..”

Alangkah agungnya! Urusan kita sebagai hamba memang taat kepada Allah. Lain tidak! Jika kita bertaqwa padaNya, Allah akan bukakan jalan keluar dari masalah-masalah yang di luar kuasa kita. Urusan kita adalah taat kepada Allah. Lain tidak. Maka sang gadis menyanggupi pernikahan yang nyaris tak pernah diimpikan gadis manapun itu. Juga tak pernah terbayang dalam angannya. Karena ia taat pada Allah dan RasulNya.

Tetapi bagaimanapun ada keterbatasan daya dan upaya pada dirinya. Ada tekanan-tekanan yang terlalu berat bagi seorang wanita. Dan agungnya, meski ketika taat ia tak mempertimbangkan kemampuannya, ia yakin Allah akan bukakan jalan keluar jika ia menabrak dinding karang kesulitan. Ia taat. Ia bertindak tanpa gubris. Ia yakin bahwa pintu kebaikan akan selalu terbuka bagi sesiapa yang mentaatiNya.

Maka benarlah doa Sang Nabi. Maka Allah karuniakan jalan keluar yang indah bagi semuanya. Maka kebersamaan di dunia itu tak ditakdirkan terlalu lama. Meski di dunia sang isteri shalihah dan bertaqwa, tapi bidadari telah terlampau lama merindukannya. Julaibib lebih dihajatkan langit meski tercibir di bumi. Ia lebih pantas menghuni surga daripada dunia yang bersikap tak terlalu bersahabat kepadanya. Adapun isterinya, kata Anas ibn Malik, tak satupun wanita Madinah yang shadaqahnya melampaui dia, hingga kelak para lelaki utama meminangnya.

Saat Julaibib syahid, Sang Nabi begitu kehilangan. Tapi beliau akan mengajarkan sesuatu kepada para shahabatnya. Maka Sang Nabi bertanya di akhir pertempuran, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”

“Tidak Ya Rasulallah!”, serempak sekali. Sepertinya Julaibib memang tak beda ada dan tiadanya di kalangan mereka.

“Apakah kalian kehilangan seseorang?”, beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya lagi. Kali ini wajahnya merah bersemu.

“Tidak Ya Rasullallah!” Kali ini sebagian menjawab dengan was-was dan tak seyakin tadi. Beberapa menengok ke kanan dan ke kiri.

Rasulullah menghela nafasnya. “Tetapi aku kehilangan Julaibib”, kata beliau.

Para shahabat tersadar.

“Carilah Julaibib!”

Maka ditemukanlah dia, Julaibib yang mulia. Terbunuh dengan luka-luka, semua dari arah muka. Di seputaran menjelempah tujuh jasad musuh yang telah dia bunuh.

Sang Rasul, dengan tangannya sendiri mengafani Sang Syahid. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menshalatkannya secara pribadi. Ketika kuburnya digali, Rasulullah duduk dan memangku jasad Julaibib, mengalasinya dengan kedua lengan beliau yang mulia. Bahkan pula beliau ikut turun ke lahatnya untuk membaringkan Julaibib. Saat itulah, kalimat Sang Nabi untuk si mayyit akan membuat iri semua makhluq hingga hari berbangkit. “Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku. Dan aku adalah bagian dari dirinya.”

ya. Pada kalimat itu; tidakkah kita cemburu?

“Bersabar untuk Tak Menanti”

‘Aku bukan tak sabar, hanya tak ingin menanti
Karena berani memutuskan adalah juga kesabaran
Karena terkadang penantian Membuka pintu pintu syaithan’

“Apakah kesabaran itu ada batasnya?”, begitu tanya seorang Ukhti dalam sebuah forum diskusi.
“Bagi sahabat saya itu”, ia meneruskan,
“kesabaran berarti menunggu, dan terus menunggu. Padahal taaruf ini telah berjalan begitu lama. Sangat lama. Ikhwan itu selalu mengulur dan mengulur. Meminta waktu dan meminta waktu. Begitu terus.”

Nah, apa kesabaran ada batasnya? Ada 3 kategori sabar yg di tuntunkan Al Quran. Ketiganya adalah sabar dalam menghadapi musibah dan ujian Qs.2/155-156, sabar dalam ketaatan Qs.20/132, serta sabar untuk menjauhi kedurhakaan Qs.12/33
Maka seringkali KESABARAN SEJATI TAK SELALU BERARTI MENANTI.

Suatu saat, seorang lelaki melamar wanita yg hendak dinikahinya,
“lamaran ini kami terima”, begitu jawaban sang wali. “Tapi kami harap pernikahannya masih dua atau tiga tahun lagi.” Alangkah lama penantian baginya. Dan terasa akan lebih lama ketika sang pemuda menyadari bahwa hukum pernikahan baginya bukan lagi sunnah. Tapi wajib. Dia sudah begitu takut terjerumus dalam apa apa yang Allah benci. Di tangannya kini telah ada penghasilan meski belum bisa disebut memadai. Maka ia wajib menikah. Ia takut. Ia merasa tak sanggup untuk menanti. Dan ia memilih untuk memutuskan. Meski berat. Baginya, di situlah kesabaran. Bukan pada penantian yang membuka pintu pintu syaithan. Dengan menyebut asma Allah, sang pemuda menguatkan hati. Dan suaranya, meski agak serak, menggambarkan sebuah keteguhan hati. “Urusan saya sekarang ini adalah segera menikah. Belum soal dengan siapa. Kalau saya ditakdirkan Allah tak mendapatkan seorang calon mertua disini, pada saat ini, insyaallah saya akan mencarinya di tempat lain. Dimulai sejak perjalanan pulang nanti, in sya allah.”

Semua mata terbelalak. Semua telinga sedikit merona. Mulut mulut yang sedang minum dan mengudap hidangan harus dijaga agar tak tersedak. Untunglah kemudian dia bisa menjelaskan prinsipnya. Alhamdulillah semua memahaminya. Dia memilih sebuah kesabaran. Menjaga diri untuk selalu taat pada Allah dan menjauhi maksiat. Di tengahnya sebuah resiko menghujam dalam. Resiko tak jadi menikah dengan wanita yang telah dipilihnya. Dan ini diambil demi kemenangan yang lebih besar. Sabar. Di jalan cinta para pejuang, sabar adalah lautan tak bertepi. Tapi menunggu itu ada batasnya. Batas itu adalah garis yang memisahkan ketaatan kepada Allah dengan pintu pintu peluang mendurhakainya. Dan disinilah kita temui sebuah kesabaran sejati. Di jalan cinta para pejuang sabarlah untuk taat, untuk tak durhaka, untuk menghadapi ujian ujian yang jatuh menimpa antara keduanya.

Salim A Fillah di Jalan Cinta Para Pejuang